Globalisasi yang berdampak pada perubahan sosial yang begitu cepat memberi pengaruh nyata pada semua aspek kehidupan. Peluang dan tantangan yang dihadapi umat Islam semakin kompleks, menuntut ketersediaan SDM yang memiliki kompetensi yang handal di bidang ilmu syar’i sebagai filter terhadap pergulatan pemikiran dan kebudayaan yang kian liar tidak terkendali. Umat dihadapkan kepada budaya hedonisme permisivme yang disodorkan dengan gencar oleh media-media masa dengan berbagai ragamnya.
Kondisi nyata bangsa Indonesia yang hingga kini masih saja terpuruk dalam berbagai krisis yang berakar pada krisis moral dan mental religius semakin menguatkan betapa bangsa ini khususnya umat Islam membutuhkan ulama-ulama rabbani yang memiliki ilmu dan kepribadian yang mumpuni.
Perguruan tinggi dalam hal ini perguruan tinggi Islam sebagai institusi pendidikan pamungkas tentu menjadi harapan ummat untuk melahirkan SDM-SDM dimaksud di atas. Namun pada kenyataannya perguruan tinggi Islam lebih berorientasi kepada sekedar menjawab persoalan ketenaga kerjaan di Indonesia, untuk mengurangi jumlah pengangguran. Sementara kompetensi utama untuk menjadi ahli agama Islam yang sesungguhnya terabaikan, seperti bahasa Arab, Ushul Fiqh, Ushul Takhriij, dan lain sebagainya. Ironisnya dari beberapa institusi tersebut justru bermunculan kontroversi dan pemikiran-pemikiran aneh yang bersumber pada filsafat barat yang berseberangan dengan Islam.
Dewasa ini di berbagai daerah di Indonesia bermunculan satuan pendidikan tinggi Islam alternatif berupa Ma’had ‘Aly yang lebih berorientasi kepada penguasaan keilmuan Islam secara murni (tidak berorientasi kepada dunia kerja). Kemampuan berbahasa Arab dengan baik sangat diperhatian dalam rangka menyiapkan kader ulama yang mampu menggali Islam sesuai dengan konteks kekinian dari sumber-sumber utama: Al-Qur’an, Hadits, dan kitab-kitab ulama besar terdahulu. Pola-pola pendidikan tinggi Timur Tengah untuk itu banyak dipedomani. Selain itu dengan keberadaan Ma’had ‘Aly ini diharapkan tradisi kepesantrenan dapat dilanjutkan dan tidak terputus begitu saja bersamaan dengan selesainya santri dari pendidikan pesantren. Hal ini merupakan respon dari berbagai elemen umat Islam terhadap fenomena yang dihadapi oleh institusi pendidikan Islam di Indonesia sebagai mana disebutkan di atas.
Perkembangan Ma’had ‘Aly itu sendiri tidak terlepas dari perhatian pemerintah, hal tersebut terlihat dari penjelasan Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan pasal 20, ayat 1 yang berbunyi: “Pendidikan diniyah jenjang pendidikan tinggi antara lain Ma’had ‘Aly.” Hal ini dapat dimaklumi karena pendidikan keagamaan pada umumnya diselenggarakan oleh masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Karena jauh sebelum Indonesia merdeka, perguruan-perguruan keagamaan sudah lebih dahulu berkembang. Selain itu perkembangan perangkat perundang-undangan sisitim pendidikan nasional yang kian menuntut kemandirian penyelenggaraan membuka peluang lebih besar bagi masyarakat untuk berpartisispasi aktif, tidak hanya sebagai pengguna tetapi juga sebagai penyelenggara jasa pendidikan. Kebijakan tersebut sudah seharusnya mendapat dukungan dari elemen-elemen potensial masyarakat.
Yayasan Ar-Risalah Alkhairiyah sesuai dengan anggaran dasarnya bergerak di bidang sosial, keagamaan dan pendidikan telah pula berperan serta menyelenggarakan satuan pendidikan tinggi Islam berupa Ma’had ‘Aly tersebut dengan mendirikan Ma’had ‘Aly As-Sunnah pada tahun 2002, namun hingga saat ini Ma’had ‘Aly tidak dapat memberikan legalitas akademik berupa gelar tertentu kepada lulusan terkait belum lahirnya peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan Ma’had ‘Aly lebih lanjut. Sehingga pada tahun 2012 Yayasan Ar-Risalah Alkhairiyah meningkatkan status Ma’had ‘Aly As-Sunnah menjadi Sekolah Tinggi Islam As-Sunnah guna memberi legalitas bagi lulusannya dengan harapan membuka kesempatan yang lebih luas bagi lulusannya untuk berkiprah bagi masyarakat dan agama.
Dan hal ini pula menjadikan STAI AS-SUNNAH sebagai salah satu STAI yang unik karena tetap mempertahankan budaya pondok pesantren dalam kesehariannya dan juga tetap mempertahankan pengajaran keilmuan agama ala Ma’had ‘Aly sebagai muatan lokal disamping kurikulum Perguruan Tinggi Agama Islam yang ditetapkan pemerintah. Dan Alhamdulillah pula dengan kebijakan ini menjadikan antusias dan perhatian masyarakat terhadap STAI As-Sunnah meningkat drastis, hal ini diperlihatkan dengan animo yang tinggi pada seleksi penerimaan mahasiswa baru untuk tahun ajaran 2012/2013 yang mungkin dapat disejajarkan dengan perguruan tinggi agama islam pavorit lainnya.
Pilihan untuk menyelenggarakan satuan pendidikan tinggi Islam ini juga dipengaruhi oleh berbagai tantangan dari lingkungan eksternal umat Islam yang terus berupaya untuk mengebiri nilai-nilai Islam dari tengah masyarakat Islam itu sendiri, memalingkan umat Islam dari ajarannya yang hanif, mengaburkan hakikat Islam yang sesungguhnya, bahkan membangun konspirasi supaya umat Islam membenci agamanya sendiri dengan berbagai latar belakang dan cara.
Sesuai dengan keberadaannya sebagai lembaga sosial Yayasan Ar-Risalah Al-Khairiyah dalam menyelenggarakan satuan pendidikan ini tetap tidak memungut bayaran apapun dari mahasiswa, bahkan memberikan layanan dan fasilitas cukup stimewa bagi setiap mahasiswa baik sarana dan pra sarana yang sangat memadai, bahkan memberikan beasiswa bulanan kepada setiap mahasiswa. Hal tersebut untuk menjamin pemerataan kesempatan bagi seluruh lapisan umat khususnya generasi muda yang memiliki talenta dakwah yang baik namun terhalang oleh keterbatasan dana.
Melalui penyelenggaraan STAI As-Sunnah ini, kami berdo’a kepada Allah kiranya ini merupakan suatu jalan yang diridhai-Nya untuk mengangkat harkat dan martabat umat Islam Indonesia khususnya di Sumatera Utara, serta melimpahkan imbalan pahala yang berlipat ganda kepada stiap individu yang berperan serta dalam penyelenggaraan dan pengelolaan STAI As-Sunnah ini.